MUARA BUNGO – Sepriboy, warga Desa Ngaol, kabupaten Merangin, mengaku merasa mendapat pemerasan oleh oknum Debt Collector (DC) eksternal Clipan Finance Bungo.
Ia menceritakan, awalnya ia didatangi oleh dua orang debt collector Clipan Finance utusan dari PT. Bara yang salah satu oknumnya berinisial AN, pada Kamis (07/08/2025).
Dengan menunjukan Surat Kuasa (SK) oknum DC tersebut mengatakan hendak menarik unit mobil avanza miliknya yang diketahui menunggak kredit 2 bulan.
“Awalnya dia datang ke rumah nak narik mobil tu, ngato nunggak 2 bulan, alih-alih membuka sistem blokir angsuran dari Clipan Finance. Katonyo jika ingin membayar tunggakan diharuskan membayar uang sebesar Rp. 3.450.000 diluar tagihan pokok dan denda,” ungkap Sepriboy, Selasa (12/08/2025).
Dikatakan Sepriboy, saat meminta sejumlah uang, pihak DC Clipan Finance tersebut sembari melontarkan ancaman akan menarik paksa mobil miliknya. Merasa tertekan ia pun akhirnya menyerahkan sejumlah uang seperti yang diminta, meskipun jumlahnya lebih tinggi dari biaya angsuran pokok yakni sebesar Rp. 3.250.000.
“Sebenarnya saya sudah ingin membayar angsuran tersebut, dengan mencoba meminjam kepada keluarga, tapi DC yg datang tersebut mengatakan tidak bisa, harus membayar uang buka blokir yang jumlahnya melebihi biaya angsuran pokok selama 1 bulan,” keluh Sepriboy.
Ia katakan, apa yang dilakukan oknum DC tersebut dianggap sebagai dugaan tindak pidana pemerasan, tanpa dasar aturan yang jelas dengan meminta sejumlah uang kepada konsumen.
“Saya bukan dengan sengaja tidak mau membayar angsuran, memang keadaan keuangan keluarga yang memang belum memungkinkan untuk membayarnya. Tapi, sampai saat ini saya masih sadar akan tanggungjawab untuk membayar kewajiban saya,” ucapnya.
“Jika permasalahan ini tidak ada jalan keluar dan pertanggungjawaban dari pihak Clipan Finance, saya akan membawa permasalahan ini ke jalur hukum,” tegasnya.
Terpisah, Kepala Cabang Clipan Finance Bungo Anang, ditemui di kantornya membenarkan bahwa pihaknya telah mengeluarkan Surat Kuasa Tarik (SKT) kepada pihak eksternal untuk debitur atasnama Sepriboy Saputra.
Namun dirinya membantah jika pihaknya memerintahkan untuk meminta biaya lain diluar tagihan dan denda seperti buka blokir sistem dengan jumlah yang disebutkan.
“Kami hanya mengeluarkan SKT unit mobil milik debitur atas nama Sepriboy. Memang ada menetapkan biaya buka blokir sebesar Rp 1.500.000, namun jika ada yang meminta lebih dari yang ditetapkan, itu ulah oknum dan diluar kewenangan kami,” ungkap Anang.
Untuk diketahui sebelumnya, sesuai Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020. Dalam putusan MK tersebut diinterpretasikan bahwa wanprestasi tidak boleh ditetapkan atau diputuskan secara sepihak oleh pihak kreditur saja. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa jaminan fidusia tidak boleh dilakukan eksekusi langsung, meski sudah memiliki sertifikat jaminan.
Pemberi dan penerima fidusia harus menyepakati terlebih dahulu mengenai cidera perjanjian tersebut. Jika sudah ada kesepakatan dari para pihak, maka penerima dapat mengeksekusi secara langsung, akan tetapi jika tidak terdapat kesepakatan maka pelaksanaan eksekusi harus melalui Putusan Pengadilan.(a1)